Rabu, 29 Agustus 2012

Memorial Seorang Tak Dikenal di Panggung Sejarah (1)

Hikmah adalah harta buruan seorang mukmin. Di manapun dia berada hendaklah seorang mukmin mengambilnya, karena di dalamnya terdapat mutiara yang sangat berharga bagi dirinya.

Hikmah bisa berceceran pada sisi lain kehidupan seseorang yang tidak dikenal dalam sejarah.

Maka hendaklah seorang itu berjalan di muka bumi, merenungkan kisah-kisah yang terjadi di atasnya, kejadian-kejadian yang telah lalu, untuk diambil pelajaran, yang baik agar dilakukan dan yang buruk agar ditinggalkan.


Hidayah, sebuah kata yang sangat rumit untuk dijabarkan dalam kenyataan dan perjalanan hidup manusia.Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam dalam khutbah hajat bersabda, "Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang menyesatkannya dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk".

Hari ini kita coba untuk menyelami sisi lain dari kehidupan seorang anak manusia yang "tak dikenal di panggung sejarah". Akan tetapi, hal itu bukan masalah, karena untuk mendapatkan hikmah tidak harus selalu didapatkan dari orang-orang yang terkenal, bahkan anda bisa mendapatkannya dalam kehidupan seorang tunawisma yang terseok-seok di jalanan, yang anda berpikir dia tidak pernah mengenal agama, tetapi ketika anda ikuti dari belakang, ternyata dia sedang ke masjid, mengganti pakaiannya yang usang dengan pakaian yang "agak" bagus dia sucikan tubuhnya dengan mandi dan wudhu kemudian dia masuk masjid, shalat dengan khusyu'... bahkan dia datang sebelum mu'adzin mengumandangkan adzan...1)

Langsung saja, berikut adalah memorial dari seorang anak manusia. Demi menjaga kerahasiaan, maka nama-nama kami samarkan.
----
Aku dibesarkan dalam keluarga muslim, yang meskipun tidak begitu paham seluk-beluk islam namun masih mengamalkan syari'at islam. Sehingga sejak kecil aku sudah melihat bapak dan saudara-saudaraku shalat, puasa dan ibadah lainnya. Ohya, sebut namaku 'Irfan.
Usia 6 tahunan, aku disuruh orang tuaku untuk ikut mengaji di madrasah sore (TPQ) bersama teman-teman sebayaku. Madrasah itu lumayan banyak muridnya sekitar 100 anak dari berbagai usia dan sekolah, mulai yang paling muda seperti seumuranku sampai tingkat SMP yang sudah lancar mengaji al-Qur'an. Di tempat itu selain belajar membaca al-Qur'an (Qoidah Baghdadiyah 2), zaman itu belum ada Iqra dan sebagainya) juga diajarkan shalat dan fiqh lainnya. Hanya saja keberadaanku di madrasah tersebut tidak sampai lama. Hanya beberapa bulan kemudian aku mundur perlahan-lahan, bukan karena metodenya yang kurang bagus, tapi dari diriku sendiri yang lebih memilih untuk bermain bersama teman-teman yang tidak mengaji pula...
Sampai akhirnya bapakku turun tangan dengan memanggil guru ngaji untuk mengajari anak-anaknya juga saudara2 sepupuku selepas maghrib. Entah memang dari otakku yang agak bebal atau konsentrasiku yang buruk, saudara-saudaraku yang awalnya juga belajar Qaidah Baghdadiyah hanya beberapa lembar di atasku ternyata sudah lancar dan lulus sehingga bisa lanjut membaca al-Qur'an, sedangkan aku harus rela mengulang-ulang buku yang tidak terlalu tebal itu. Anehnya aku benar-benar tidak menyesal belum bisa menamatkan buku itu. Hingga akhirnya, guru ngajiku mengundurkan diri karena bekerja di luar kota.
Bisa dikatakan hingga aku menamatkan SD aku belum bisa membaca al-Qur'an, yang kubisa adalah membaca al-Fatihah dan surat-surat pendek dengan huruf latin. Astaghfirullah
Aku lulus SD dengan nilai yang cukup membanggakan keluarga, bahkan dalam satu rayon (terdiri dari 5 SD kalau tidak salah ingat) aku peringkat pertama. Dapat dipastikan aku diterima di SMP favorit di kota kecilku dengan mudah. Pada masa itu, SMP ku menerapkan kelas unggulan dalam artian anak-anak dari SD dengan nilai tinggi hingga nilai sekian dijadikan satu kelas. Otomatis aku masuk dalam kelas itu.

Teman-teman baru...
Di kelas itu kutemui ada seorang yang aneh menurutku. Namanya Hamid. Aneh karena pada usia belasan (12 tahunan) sudah senang sekali menggeluti ilmu-ilmu agama. yang kuingat dan pada waktunya nanti sangat berharga bagiku adalah buku-buku nahwu  dan sharaf 3). Aku tidak begitu dekat dengan Hamid, namun tidak berarti aku tidak berinteraksi sama sekali dengannya. Perlu diketahui bahwa masa kecil hingga hampir remajaku, aku termasuk kuper, bahkan berinteraksi dengan teman-teman wanita sekelaspun aku sungkan.
3 tahun di SMP pemahaman keagamaanku tidak begitu meningkat. Pelajaran yang membuat jantungku berdetak kencang adalah Pelajaran Agama terlebih ketika melewati pembacaan Al-Qur'an, bisa dipastikan aku tersendat-sendat membacanya (tentu hal yang membuatku malu karena namaku sendiri dari bahasa Arab dan yang jelas aku beragama Islam yang harusnya malu jika tidak bisa membaca Al-Qur'an). Hanya saja kurasakan bibit-bibit untuk mengejar "sesuatu yang bermanfaat" terasa di hati. Aku mulai berusaha untuk shalat berjamaah 5 waktu di masjid meskipun belum bisa utuh. al-Qur'an berusaha kusentuh dan kubaca dengan bimbingan kakakku yang pertama Shodiq - semoga Allah memberinya balasan kebaikan yang berlimpah-, meskipun dengan terbata-bata dan hanya dibatasi beberapa ayat perhari. Perubahan-perubahan kecil itu kurasakan begitu bermanfaat bagiku.

(bersambung...)

Catatan Kaki :
1) Pada kenyataannya, terdapat banyak orang-orang seperti itu. Penulis sendiri pernah mendapatkan orang seperti itu (walaupun bukan tunawisma, tapi seorang yang fakir dan tidak dipandang oleh manusia), demikian pula yang pernah diceritakan oleh seorang ustadz kepada penulis terdapat seorang pemulung, ketika terdengar adzan dia bersegera ganti baju "terbaik"nya dan ke masjid untuk menunaikan shalat berjama'ah, dia juga sangat khusyu' dalam shalat dan munajatnya - kami menyangkanya demikian, hanya Allahlah yang mengetahui hakikatnya-. Artinya, hendaklah kita hilangkan pikiran-pikiran buruk tentang orang lain.
2) Tanpa mengenyampingkan perannya yang besar tatkala itu, menurut penelitian buku tersebut memiliki beberapa kelemahan, di antaranya metodenya yang kurang sesuai untuk anak sehingga anak relatif lama untuk dapat lancar Al-Qur'an. Berbeda dengan buku-buku yang lebih baru dari pada buku tersebut, seperti Al-Barqy, Iqra', dll.
 3) Nahwu adalah cabang ilmu bahasa Arab yang berperan untuk menentukan harakat terakhir suatu kata serta fungsinya (subjek, objek, atau keterangan). Adapun Sharaf merupakan ilmu untuk menentukan bentuk jadian suatu kata (orang pertama, orang kedua, tunggal, jamak, dll)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar