Rabu, 29 Agustus 2012

Memorial (3)

"Pena-pena (untuk menulis taqdir) telah diangkat, dan lembaran-lembaran (taqdir) telah kering" al-Hadits.

Benarlah Rasul yang mulia - semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau -, yang menyatakan hal itu. Apapun yang terjadi di muka bumi ini semuanya telah tercatat secara rinci lagi detail di sisi Allah, apa-apa yang ditaqdirkan akan mengenai seseorang berupa kemanfaatan ataupun kemadharatan (bahaya) tidak akan sedikitpun meleset darinya.

Terseret ke 5-6 tahun sesudah itu...
surat biodata

Hari-hari itu, aku disibukkan dengan PKL (Praktik Kerja Lapangan) di sebuah perusahaan besar di kota L. Selama PKL, pulang pergi aku bersama seorang temanku lain kampus yang juga praktik di perusahaan itu. Kami begitu menikmati kegiatan yang cukup asing bagi kami waktu itu. Praktik di perusahaan hidroponik besar di kota L. Perusahaan itu merupakan penyuplai beberapa sayuran berkelas ke restoran dan beberapa hotel di kota L, seperti brokoli, beberapa jenis sawi, dan tentunya paprika. Kami tidak hanya sibuk di greenhouse, tapi juga ikut menyiapkan sayuran serta mengepaknya. Di sela-sela kegiatan itu, kami tidak jarang disuguhi paprika tepung goreng yang terkesan aneh di lidah kami. Maklum orang desa...

---
Pulang ke kos-kosan, ternyata ada surat untukku. Tertulis jelas nama penerima adalah namaku, kulihat amplop bagian belakang ada nama yang asing, nama seorang wanita. Ibuku? Bukan, karena aku tahu pasti beliau tidak pernah mengirimi aku surat, apalagi setiap bulan bisa dipastikan aku pulang ke rumah yang relatif dekat dari kota L. Berulang kali aku ragu-ragu untuk membukanya, tapi karena nama penerimanya adalah aku, maka kuberanikan untuk membukanya.
Ya Allah, betapa gemetar tubuhku ketika mengetahui isinya. Untungnya pintu kamarku dalam kondisi tertutup. Isinya adalah sebuah biodata dari seorang wanita, kurang lebih 2-3 tahun di bawah umurku, orang dari seberang, yang disertai dengan foto dirinya. Ya Allah, ujian macam apa ini... sedangkan aku tidak pernah mengiriminya surat, tidak pula aku kenal dengannya. Yang aku tahu sedikit-sedikit dari pengajian keluarga sakinah yang kuikuti dari Ustadzku adalah saling menukar biodata adalah salah satu tahap dari proses ta'aruf untuk menuju jenjang pernikahan!1) Sedangkan aku, aku bahkan belum pernah memikirkan hal itu. Dan pengajian yang membahas keluarga adalah pengajian yang paling aku hindari (karena aku merasa belum siap) 2).
Beberapa hari aku tidak begitu bersemangat karena memikirkan kejadian itu. Seorang kakak tingkat yang sudah berkeluarga berseloroh, seakan mengetahui aku mendapat surat (padahal perihal surat itu aku rahasiakan dari orang), "Wah, kamu ini doanya mandi (mustajab) ya, tanpa harus nyari kemana-mana, calon sudah datang..."
Aduh aduh pusing aku dibuatnya...
Selang beberapa hari, seorang kenalanku yang bernama Pak Parjo datang menemuiku, "Fan, antum3) apa dapet surat dari seseorang?"
"Ya, mang kenapa?"
"Mana suratnya, afwan4) itu surat untuk seorang ikhwan5), yang lagi proses, ana pake alamat antum biar mudah..."
"Apa... astaghfirullah..., jadi antum..., afwan sebentar ya ..."
Aku segera masuk kamar, mengambil amplop beserta isinya dan menyerahkannya kepada Pak Parjo.
Dia tertawa-tawa... "Afwan, ya... Apa antum juga sudah siap?"
Aku tidak menjawab, karena aku masih jengkel dibuatnya. Baru kuingat kalau Pak Parjo ini sering diminta teman-teman sebagai "perantara".
Setelah kejadian itu, konsentrasiku sedikit buyar. Akan tetapi tuntutan ingin segera menyelesaikan studi membuatku berusaha keras memulihkan pikiran untuk fokus.

----
Sangat kuingat, saat-saat itu adalah saat-saat yang mengesankan dalam hidup. Teman-teman kos yang baik, sering diskusi dengan mereka, walaupun kadang-kadang sampai lupa waktu hingga larut.
Ya, memang ada 2 kenikmatan yang sering membuat manusia lalai, yaitu waktu luang dan waktu sehat. Inilah dinamika masa remaja, masa yang sangat kritis dalam perkembangan kejiwaan anak manusia. Jika pada masa itu dia disinari dengan cahaya hidayah, insyaAllah dia akan terarah dan stabil dalam masa selanjutnya. Akan tetapi, kalau sebaliknya, maka semoga Allah memberikan kondisi yang lebih baik.

Suatu malam, ba'da shalat Maghrib, biasanya anak-anak kos tempatku tinggal sibuk dengan tadarus di kamarnya masing-masing. Terdengar dering telepon, nyatanya memang untukku dari seorang kakak tingkat yang sudah lulus, sudah berkeluarga dan tinggal di kampungnya di Kota G. Dia memberondongku dengan pertanyaan, gimana kuliahku, dll.
Sampai tiba-tiba dia bertanya "Fan, kamu ..."

(teleponnya bersambung ke edisi berikutnya insyaAllah...)

Catatan Kaki (dari editor):
1)  Hanya saja memang tetap memerlukan perantara yang amanah agar tidak terjadi hal-hal di luar tuntunan syar'i.
2)  Pernyataan ini adalah hal yang tidak benar. Karena setiap muslim memerlukan ilmu dalam setiap hembusan nafasnya, melebihi keperluannya terhadap makan dan minum. Pun demikian, ilmu tentang keluarga, seluk beluknya, berkaitan dengan fiqh keluarga, pendidikan keluarga, anak, dan lain sebagainya sangat diperlukan oleh setiap muslim.
3) Antum = kamu (harusnya adalah Anta, tapi penggunaannya sering terkalahkan dengan Antum
4) Afwan = maaf
5) Ikhwan = istilah untuk saudara (seharusnya tidak khusus digunakan untuk kalangan tertentu karena setiap orang yang beriman adalah bersaudara, bukan hanya yang satu pengajian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar