Rabu, 29 Agustus 2012

Bersama Penghafal Al-Qur'an

bersama penghafal al-quran

Punggungku baru akan kusandarkan ke dinding masjid tempat aku menginap malam 26 Ramadhan itu, ketika seorang pemuda beringsut duduk mendekatiku. Kuperkenalkan diriku demikian pula dia. Ternyata dia asli Malang dan rumahnya dekat dengan masjid ini, hanya saja sudah beberapa tahun dia bertugas dan tinggal di sebuah kompleks sekolah Islam terpadu di Jawa Barat. Kami berdialog hampir 30 menit.

Di antara yang sangat berkesan bagiku tentang dirinya - dan yang mengetahui keadaan sesungguhnya hanyalah Allah -, adalah :

1. Beliau menceritakan bahwasanya standar untuk bisa hafal Al-Qur'an sampai (insyaAllah) mutqin (mantap) adalah 5-6 tahun dengan ustadz.
2. Beliau (aku lebih suka menggunakan kata "Beliau" dari pada "Dia") bulan Ramadhan ini datang / pulang ke Malang sebenarnya dalam rangka i'tikaf 10 hari terakhir bersama istrinya (yang sedang hamil muda) di sebuah masjid besar. Akan tetapi ketika panitia / ta'mir mengetahui kehadirannya justru beliau ditunjuk dan "ditodong" untuk menjadi salah satu imam shalat tarawih. (karena tahun sebelumnya beliau sudah pernah mengimami di masjid itu)
3. Umurnya baru 26 tahun tapi sudah tampak dewasa melebihi diriku yang lebih tua usianya.
4. Gaya bicara, bahasa tubuh, mimik dan raut muka beliau mencerminkan akhlaq yang baik (aku menyangka demikian, hanya Allah yang mengetahui hakikatnya) yang patutnya dimiliki oleh setiap penghafal Al-QUr'an, yang tampak ketika berbicara denganku padahal aku adalah orang asing baginya.
5. Ketika kuceritakan bahwa aku menghafal sebuah surat dalam Al-Qur'an, beliau tampak antusias dan bersegera mengharapkanku untuk membacanya di hadapannya. Melihatku tampak "malu-malu" karena aku jarang memuraja'ahnya beliau menyemangatiku. Beberapa kali beliau membenarkan bacaanku. Saat berakhir, beliau mendoakanku dengan keberkahan, semoga keberkahan juga atasmu wahai ustadz (aku menyebutnya ustadz, karena beliau mengajariku dan memberiku beberapa pelajaran yang sepertinya belum pernah kudapatkan).

6. Beliau memberi taushiyah yang cukup mengenyangkan bagi jiwaku yang masih rapuh ini, beliau tegaskan bahwa Al-Qur'an yang ada di dada ini harus dijaga setiap saat. Ketika sudah berkeluarga, dan banyak kesibukan, jadikanlah istri sebagai penyimak bacaanmu dan sebaliknya, demikian kata beliau. Betapa indahnya hidup demikian andaikan bisa kujalani (pada realitanya "sangat sulit" bagiku untuk menjalankannya).

Ah, masih banyak lagi kesan yang kutangkap dari diri beliau yang sebagian besar tidak bisa kuungkapkan dalam bahasa tulisan dan kata-kata. 
Semoga Allah menjaga beliau dan keluarganya dan menjadikannya bermanfaat bagi Islam dan kaum muslimin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar