Sabtu, 15 September 2012

Taman (Cinta) Al-Qur'an


Wahai Pengemban Al Qur’an
Ar Rahman sungguh telah mengkhususkanmu
Dengan keutamaan dan mahkota-mahkota
Ruh serta tumbuh-tumbuhan yang harum semerbak

Wahai Pengemban Al Qur’an
Ar Rahman sungguh telah mengkhususkanmu
Dengan keutamaan dan mahkota-mahkota
Ruh serta tumbuh-tumbuhan yang harum semerbak
Wahai yang selalu menetapi tartil Al Qur’an
Untuk berzikir & merendahkan diri di hadapan Allah
Kegembiraanmu pada hari kematian
Akan mendapatkan kemenangan berupa pengampunan
Wahai pembaca ayat
Dalam keramaian maupun kesendirian
Langit-langit bercahaya karenamu
Dan alam semesta pun berseri

Wahai Pengemban Al Qur’an
Wahai Pengemban Al Qur’an
Wahai Pengemban Al Qur’an


Nasyid nan indah dengan judul asli Yaa Haamilal Qur'an itu begitu menggugah hati untuk menulis sekilas tentang "Pengemban Al-Qur'an", yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud - radhiyallahu 'anhu -, dengan ungkapannya,

"Hendaknya seorang pengemban Al-Qur'an itu dikenal dengan malamnya (shalatnya) ketika manusia tidur, dan dengan siangnya (puasa) ketika manusia berbuka, dengan tangisannya ketika manusia tertawa..."



Apalagi setelah melihat video yang kami unduh dari youtube yang merupakan laporan dari Rabithah al-Alam al-Islamiyah ketika berkunjung ke Tajikistan.
Ya, Tajikistan sebuah negara di Eropa yang bukan memakai bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya.
Tidakkah hal itu bisa diterapkan di negara kita? Bukankah bahasa Arab juga bukan bahasa pengantar di negara kita?
Kami tidak mengingkari bahwa hafal Al-Qur'an saja tidak cukup, atau dengan bahasa lain bahwa menghafal Al-Qur'an bukanlah suatu kewajiban sebagaimana ilmu tauhid, dan lainnya.
Tapi tentunya apabila bisa seperti yang berlaku pada zaman salafush shalih, (yang mereka tidaklah mempelajari ilmu lain melainkan setelah hafal Al-Qur'an) tentulah lebih utama.
Kami di sini tidak sedang membahas hal itu, kami juga tidak mengingkari sebuah realita bahwa sebagian penghafal Al-Qur'an tidak menampakkan akhlaq yang mulia yang hendaknya merupakan ciri khas para penghafal Al-Qur'an, dan hal itu tidaklah layak kemudian dibuat sebagai alasan penolakan secara halus lembaga-lembaga tahfizh Al-Qur'an dengan segala keterbatasan dan kekurangannya.
Kembali ke Tajikistan tadi, ada beberapa point penting yang layak untuk ditiru oleh lembaga tahfizh Al-Qur'an di Indonesia yang tidak menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya.
1. usia calon penghafal Al-Qur'an yang masih belia / dini,
2. pengajar memiliki hafalan yang mutqin (kuat) dan fasih,
3. metode pengajaran Nabawiyah yang berhasil diterapkan,
4. suasana yang penuh kekeluargaan dan cinta kasih di antara mereka.
Selamat mencoba, semoga Allah memberikan taufiknya kepada Lembaga-lembaga Tahfizhul Qur'an sebagai salah satu bentuk penjagaan terhadap KitabNya yang mulia.
Kami tinggalkan anda untuk melihat sendiri video yang menyentuh ini. T.T
Abu Robi'





Tidak ada komentar:

Posting Komentar